Sejarah Pers Mahasiswa Indonesia
Dalam peradaban
manusia, Pers sangat dikenal mempunyai fungsi yang essential. Mulai dari
education function (fungsi pendidikan), Information (sumber informasi),
entertainment (hiburan) dan social control (fungsi kontrol sosial). Sehingga
wajar kalau kita melihat pers menjadi suatu kebutuhan dan menyebabkan
"momok" bagi negara yang menerapkan sistem outhoritarian. Pers
menjadi kekuatan maha dahsyat yang dapat menggerakkan siapa saja untuk berbuat
seperti yang kita kehendaki atau sekedar mempengaruhi/menciptakan public
opinion (komunikasi massa). Dan, pers sendiri terlanjur menjadi bagian dari
kehidupan berbangsa dan bernegara.
Apalagi,
dinegara under developed atau new born countries seperti layaknya Indonesia,
negara yang nota bene masih muda, yang memerlukan banyak perbaikan sistem di
semua lini dalam kehidupan berbangsa dan bernegara menuju suatu kesempurnaan
tatanan hidup. Pers sangat dibutuhkan sekali peranannya dalam mengisi
nuansa-nuansa yang tidak terjamah oleh "institusi" lainnya, baik yang
bersifat informasi tempat sharing penemuan ide-ide cemerlang tentang sebuah
kemapanan dari sebuah arti negara, atau berposisi sebagai kontrol sosial
terhadap segala kebijakan yang diambil dan diterapkan oleh pemerintah.
Pers sendiripun
sudah menjadi sebuah legenda sebagai sebuah sejarah yang kemudian melahirkan
mitos, mulai dari para tokohnya dan peran serta aktivitasnya. Diakui atau pun
tidak, kita pasti melihat ruang dan waktu, yang telah memberi tempat untuk berpikir
dalam aktivitas kita sehari-hari.
PERS MAHASISWA
pers mahasiswa
mengandung dua unsur kata yakni pers dan mahasiswa. Pers berarti segala macam
media komunikasi yang ada. Meliputi media Buku, majalah, koran, buletin, radio
ataupun telivisi serta kantor berita. Dan, Pers itu sendiri identik dengan news
(berita). Maka, tidak terlanjur salah apabila kita mengatakan bahwa NEWS
berkaitan dengan North, East, West dan South, yang artinya suatu kabar atau
berita dan informasi yang datangnya dari empat arah penjuru mata angin
(berbagai tempat).
Oleh karena
itu, Pers/News harus mengandung suatu unsur publishita(tersebar luas dan
terbuka), aktualita (hangat dan baru) dan periodesita (mengenal jenjang waktu
contohnya: harian mingguan atau bulanan).
Mahasiswa
sendiri mempunyai definisi bahwa kalangan muda yang berumur antara 19 – 28
tahun yang memang dalam usia itu manusia mengalami suatu peralihan dari remaja
ke fase dewasa. Pada fase peralihan itu secara Psikologis Aristoteles mengatakan
kaula muda mengalami suatu minat terhadap dirinya, minat terhadap sesuatu yang
berbeda atas lingkungan dan realitas kesadaran akan dirinya.
Sosok Mahasiswa juga kental dengan
nuansa kedinamisan dan sikap keilmuannya yang dalam melihat sesuatu berdasarkan
kenyataan obyektif, sistematis dan rasional. Disamping itu, Mahasiswa merupakan
suatu kelompok masyarakat pemuda yang mengenyam pendidikan tinggi, tata nilai
kepemudaan dan disiplin ilmu yang jelas sehingga hal ini menyebabkan keberanian
dalam mereleksikan kenyataan hidup di masyarakat. Dan tata nilai itulah yang
juga menyebabkan radikal, kritis, dan emosional dan secara perlahan menuju
suatu peradaban/kultur baru yang signifikan dengan hal-hal yang bernuansa
aktif, dinamis dan senang pada perubahan. sehingga dari dasar inilah,
kawan-kawan bisa melihat ciri khas mahasiswa sebagai pengelola pers mahasiswa
berbeda dengan pers umum.
PERS MAHASISWA
DITINJAU DARI KAJIAN HISTORIS
Dinamika Gerakan
Mahasiswa sepanjang waktu tidak lepas dari pengaruh para aktivis Pers
mahasiswa. Karena kita percayai disini, Pers mahasiswa adalah suatu alat
perjuangan bagi kaum aktivis gerakan mahasiswa, corong kekuatan dalam
menyalurkan aspirasi kritis seorang tunas bangsa, dan kita akan melihat hubungan
diantara keduannya sangat erat.
Pers Mahasiswa
Indonesia Jaman Kemerdekaan
Jaman Kolonial
Belanda (1914-1941)
Pers mahasiswa
lahir sejalan dengan
munculnya gerakan kebangkitan Nasional yang di tulang punggungi oleh pemuda, pelajar dan mahasiswa. Pers
Mahasiswa waktu itu menjadi alat untuk menyebarkan ide-ide perubahan yang
menitik beratkan pada kesadaran rakyat akan pentingnya arti sebuah kemerdekaan.
Dalam era ini bermunculan Hindia Putra (1908), Jong Java (1914), Oesaha pemoeda
(1923) dan Soeara Indonesia Moeda (1938) yang secara gigih dan konsekuen atas
keberpihakannya yang jelas pada perjuangan kemerdekaan.
Dalam era ini
Nugroho NotoSusanto mengungkapkan bahwa Pers Mahasiswa Indonesia sesungguhnya
mulai timbul dari zaman kolonial Belanda. Akan tetapi, Pers Mahasiswa dalam
kurun waktu ini dipandang kurang terdapat suatu pergerakan Pers mahasiswa yang
sedikit banyak profesional. Dan baru sesudah era kemerdekaan Pers Mahasiswa
memulai kiprahnya ke arah profesional.
Jaman
Pendudukan Jepang
Dalam era ini,
tidak terlalu banyak tercatat kemajuan berarti karena masa ini para mahasiswa
dan pemuda sibuk dalam perjuangan politik untuk kemerdekaan Indonesia.
Jaman Setelah
Kemerdekaan
Pada jaman ini
sedikit banyak Pers Mahasiswa mengalami suatu kemajuan artinya peluang untuk
membentuk lermbaga-lembaga Pers Mahasiswa semakin terbuka lebar terutama buat
para Mahasiswa dan Pemuda.
Jaman Demokrasi
Liberal
Dari tahun
1945-1948, belum banyak Pers Mahasiswa yang lahir secara terbuka karena para
Mahasiswa dan Pemuda terlibat secara fisik dalam usaha membangun bentuk Republik
Indonesia. pada era Majalah IDEA yang diterbitkan oleh PMIB yang kemudian
berganti PMB pada tahun 1948. Setelah Tahun 1950 barulah Pers Mahasiswa
Indonesia mengalami pertumbuhan yang pesat. Kemudian komunitas Pers Mahasiswa
Indonesia mengalami salah satu puncaknya di era ini.
Jumlah Pers
Mahasiswa meningkat secara pesat diiringi dengan segala dinamika-dinamika yang
ada. Kemudian muncul suatu hasrat dari berbagai Lembaga Pers Mahasiswa untuk
meningkatkan kualitasnya, baik dari sisi redaksional maupun sisi perusahaan.
Dan, atas
inisiatif Majalah Gama, diadakan konferensi I bagi Pers Mahasiwa Indonesia.
Konferensi menghasilkan dua organisasi yaitu Ikatan Wartawan Mahasiswa
Indonesia (IWMI yang ketuanya T. Jacob) dan Serikat Pers Mahasiswa Indonesia
(SPMI yang ketuanya adalah Nugroho Notosusanto).
Dalam era ini,
opini Pers Mahasiswa dalam hal kematangannya tidak kalah dengan Pers Umum.
Bahkan, era ini dianggap
keemasan Pers Mahasiswa Indonesia yang kemudian mengikuti Konferensi Pers
Mahasiswa Asia yang diikuti oleh negara Australia, ceylon, Hongkong, India,
Indonesia, Jepang, New zealand, pakistan dan Philipina. Kemudian Lembaga Pers Mahasiswa Indonesia mengadakan
kerjasama dengan Student Informatin of Japan dan college editors Guild of the
Philipphines (perjanjian segi tiga).
Kemudian Tanggal 16-19 Juli 1958
dilaksanakan konperensi Pers Mahasiswa ke II yang menghasilkan peleburan IWMI
dan SPMI menjadi IPMI (Ikatan Pers Mahasiswa Indonesia) karena anggapan
perbedaan antara kegiatan perusahaan pers mahasiswa dan dan kegiatan
kewartawanan sulit dibedakan dan dipisahkan.
Jaman Demokrasi
Terpimpin (1959-1966)
Dalam sistem
politik terpimpin ini, pemerintah melakukan kontrol ketat terhadap kehidupan
Pers. Bagi media Pers yang tidak mencantuman MANIPOL USDEK dalam AD/ART
(anggaran dasar dan anggaran rumah tannga) nya akan mengalami pemberangusan.
Artinya Pers kala itu harus jelas menyuarakan aspirasi partai politik tertentu.
Setelah
pemberlakuan peraturan Presiden Soekarno tentang MANIPOL USDEK, IPMI sebagai
lembaga yang Independen mengalami krisis eksistensi karena dalam tubuh IPMI
sendiri terdapat kalangan yang menginginkan tetap independen, menyuarakan
aspirasi rakyat dan ada yang mengarah ke pola partisan (memihak parpol/kelompok
tertentu). Akhinya pada saat itu, banyak Lembaga Pers mahasiswa yang mengalami
kemunduran dan kematian, akibat pukulan politik ekonomi ataupun dinamika
kebangsaan yang berkembang saaat itu.
Jaman Orde Baru
Setelah
peristiwa G.30.S/PKI IPMI sebagai Lembaga Pers Mahasiswa Indonesia terlibat
penuh dalam usaha pelenyapan Demokrasi Terpimpin dan akhirnya melahirkan
Aliansi Segitiga (Aktivis Pers Mahasiswa, Militer dan Teknokrat) untuk
menghancurkan kondisi yang membelenggu bangsa dalam Outhoritarian. Pada awal
era ini, Pers Mahasiswa kembali ke lembaganya yakni IPMI. Lembaga Pers
Mahasiswa se Indonesia ini beorientasi jelas memaparkan kejelekan Demokrasi
Terpimpin melibatkan diri dalam kegiatan politik dengan menjadi Biro Penerangan
dari KAMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia). Di era ini tebit harian KAMI
yang terkemuka yaitu Mahasiswa Indonesia (Jabar), Mimbar Demokrasi (Bandung)
dan keduanya adalah penebitan resmi IPMI. Ternyata kehidupan Liberal yang
dijanjikan oleh para "penguasa" sesudah era Demokrasi Terpimpin
dirasakan ternyata hanya sementara saja. Dan format baru politik Indonesia di
mulai dengan diadakan PEMILU, perlahan namun pasti Orde Baru beralih menjadi
otoriter. Dengan dipengaruhi keputusan format baru perpolitikan Indonesia bahwa
kegiatan politrik diatur oleh pemerintah dan ditambah kebijaksanaan bagi
aktivitas dunia kemahasiswaan harus melakukan back to campus. Hal di atas
itulah yang mermbuat IPMI mengalami krisis identitas. Hal ini terlihat ketika
Harian KAMI, penerbitan IPMI yang ada di luar kampus terpaksa dilepas dan
akhirnya menjadi Pers Umum. Hal ini dikarenakan oleh iklim perpolitikan yang
dikembangkan saat itu dan ditopang oleh kebijakan pemerintah yang memaksa
anggota IPMI adalah murni mahasiswa yang beraktifitas di dalam kampus.
Kemudian adanya
kebijaksanaan Pemerintah tentang penyerdehanaan partai Tahun 1975, dilanjutkan
dengan disetujuinya keputusan pemerintah oleh sebagian anggota IPMI bahwa Pers
Mahasiswa harus kembali ke kampus maka dalam Kongres III akhirnya IPMI dipaksa
untuk back to campus. Terpaksa kemunduran pun terjadi lagi dalam tubuh IPMI,
perlahan-lahan Media-media pers mahasiswa yang ada di luar kampus banyak yang
berguguran. Sejalan dengan new format kondisi perpolitikan indonesia yang
mengharuskan Semua Lembaga Pers Mahasiswa Indonesia harus back to campus dan
kemudian direspon kembali oleh IPMI dengan mencoba berbenah diri, kemudian melakukan
kongresnya yang ke IV pada bulan Maret 1976 di Medan. Dalam kongres itu, IPMI
belum mampu keluar dari permasalahan hidup antara di luar atau di dalam kampus.
Akhirnya, IPMI gagal dalam mencari Eksistensinya, tidak menghasilkan AD/ART
baru ditambah IPMI banyak ditinggalkan oleh LPM anggota yang memang pada saat
itu terlalu enjoy mengurusi urusan di dalam kampus masing-masing sehingga lupa
kewajiban organisasi skala nasional yang dulu pernah dibentuk bersama..
Pada sekitar
awal tahun 1978, Media Umum banyak yang di breidel sebagai cermin ketakutan
penguasa waktu itu dengan institusi pers, sebagai contoh KOMPAS, SINAR HARAPAN,
MERDEKA, INDONESIA TIMES dan masih banyak lagi yang lainnya. Akibatnya,
"dunia" pers yang kosong diisi oleh Pers Mahasiswa Indonesia tentunya
dengan pemberitaan khas sebagai cerminan Pers Mahasiswa yaitu kritis, berani
dan keras. Era ini, oplah Surat Kabar Mahasiswa mencapai puncaknya. Namun, Pers
Mahasiswa yang dikatakan oleh Daniel Dakidae sebagai cagar alam kebebasan pers
akhirnya juga di breidel karena kekritisan dan keberanian menyuarakan kenyataan
di masyatrakat. Dilanjutkan dengan kebijaksanaan NKK/BKK yang memaksa kekuatan
Pers Mahasiswa untuk masuk dalam kampus, kemudian hampir semua media Pers
Mahasiswa Indonesia di "matikan". Inilah pertama kali dalam sejarah
Pers Indonesia semua Pers mahasiswa Indonesia di breidel.
Selain
membumihanguskan semua Lembaga pers Mahasiswa, pemerintah masih kurang terima
karena masih ada IPMI yang masih bercokol dalam skala nasional. Untuk itu,
pemerintah lebih mengoptimalisasi BKSPMI (Badan Kerjasama Pers Mahasiswa
Indonesia) yang dibentuk 1969 sebagai tandingan IPMI. Ditambah lagi aksi
penguasa yang menghabisi semua Gerakan Mahasiswa Anti Suharto yang nota bene
sebagai "Underbow" IPMI Kemudian dilanjutkan peristiwa MALARI (Mala
Petaka Limabelas Januari) yang sangat tragis pada tahun 1974 dan
diberlakukannya NKK/BKK yang mengurung ruang gerak Aktivis Pers Mahasiswa dalam
kampus pada Tahun 1978. Dengan kenyataan diatas Pers Mahasiswa (IPMI) menjadi
tidak bebas merefleksikan secara tuntas kenyataan hidup dalam masyarakat
kemudian menginjak padam pada menjelang pertengahan Tahun 1982.
Era 90-an
Menelusuri akar
pertumbuhan dan perkembangan gerakan pers mahasiswa di Indonesia terutama
kebangkitannya di era 90-an, telah banyak catatan-catatan penting yang
ditinggalkan, yang selama ini perlu dikumpulkan kembali dari tempatnya yang
"tersembunyi" dan barangkali belum pernah kita tengok kembali, yang
memungkinkan dari catatan tersebut tersirat sebuah semangat tentang perjuangan
meraih tujuan bersama, yang pernah didengungkan dalam masa-masa. Kemunculan
Perhimpunan Penerbit Mahasiswa Indonesia (PPMI) pada dekade 90-an ini di tahun
1992-1993 (1995 pada kongres II-nya, istilah penerbitan digantikan pers),
mempunyai makna historis tersendiri dalam upaya pembentukan jaringan gerakan
pers mahasiswa di Indonesia. Walau tak dapat dipungkiri, peran dan transformasi
format gerakan pers mahasiswa selama berjalannya kinerja organisasi ini
seringkali dirasakan menemui kendala dan tantangan yang tidak ringan untuk
dihadapi. Selain persoalan secara geografis, dan persoalan dimensi politis
berhadapan dengan penguasa (baik birokrasi kampus atau negara), Terlebih pula
persoalan terputusnya transformasi visi dan misi PPMI dari generasi sebelumnya,
juga secara de facto keberadaan PPMI masih sering dipertanyakan oleh beberapa
lembaga Pers Mahasiswa di Indonesia.
Bukan Romantisme Belaka
Paska peristiwa
MALARI (malapetaka lima belas januari 1974) bisa dikatakan pemerintah mulai
melakukan pendekatan represif
terhadap setiap aktivitas kritis kampus. Pada kelembagaan mahasiswa, melalui
NKK-BKK terjadi strukturisasi. kondisi demikian menyulut aksi-aksi protes
mahasiswa sepanjang tahun 1974 – 1978, yang diantaranya juga dilakukan oleh
Dewan Mahasiswa. Melalui berbagai pamlet-pamlet, ataupun media mahasiswa yang
diterbitkan oleh Dema saat itu, kecaman-kecaman, kritik, kontrol terhadap
setiap kebijakkan pembangunan di awal orde baru mulai dilancarkan. Namun lewat
kebijakkan berikutnya, penguasa ordea baru dengan aliansi militer dan sipilnya
telah sedemikian rupa contohnya melalui surat yang diturunkanoleh Pangkopkamtib
ketika itu (1978), Dema sebagai salah satu kekuatan lembaga mahasiswa saat itu
kemudian dibubarkan, menyusul kemudian de-ormasisasi kelembagaan mahasiswa baik
ditingkat intra kampus maupu ekstra kampus melalui KNPI-nya, maka praktis
aktivitas mahasiswa dibugkam satu-persatu. Dan di sisi lain pers mahasiswa yang
telah lama juga menjadi salah satu alat perjuangan mahasiswa meneriakkan
aspirasi dan memainkan peran kontrol sosialnya juga dibungkam. IPMI (Ikatan
Pers Mahasiswa Indonesia, berdiri tahun 1955) yang menjadi satu-satunya wadah
nasional pers mahasiswa Indonesia dan sempat menjadi salah satu motor gerakan mahasiswa juga secara perlahan mulai
dimatikan. Hingga eksistensi organisasi ini akhirnya mulai padam menjelang
pertengahan tahun 1982. Praktis beberapa elemen kekuatan mahasiswa yang
diantarany termasuk pers mahasiswa mengalami kelesuan dan kemandegan.
Di awal era
menjelang tahun 90-an, munculnya kelompok studi dan forum -forum diskusi
mahasiswa ataupun lembaga swadaya kemasyarakatan (LSM) baik yang didirikan oleh
para aktivis mahasiswa ataupun pemuda yang prihatin terhadap kondisi lingkungan,
mulai menjamur di berbagai daerah - sebagai sebuah solusi terhadap kebekuan
aktivitas kritis kampus ataupun aktivitas peduli lainya. Mahasiswa mulai
mendefinsikan kembali peranannya untuk menghayati setiap persoalan-persoalan
kemasyarakatan dan fenomena politik yang terus berkembang seiring dengan
menguatnya konsolidasi orde baru.
Demikian pula
yang terjadi dalam aktivitas pers mahasiswa. Aktivitas-aktivitas penerbitan dan
beberapa forum pelatihan dan pendidikan jurnalistik di tahun 1986-1989 mulai
marak diadakan oleh beberapa perguruan tinggi dalam rangka menghidupkan kembali
dinamika intelektual kampus. mulai tahun 1986, forum-forum pertemuan para pegiat/aktivis pers mahasiswa
dari berbagai perguruan tinggi mulai marak terjadi. Tak pelak lagi gelombang
aspirasi dan akumulasi persoalan yang digagas oleh para aktivis pers mahasiswa
mulai muncul dan mewarnai berbaai forum pertemuan aktivis pers mahasiswa.
Tetapi hal ini
bukan sekedar " romantisme belaka" yang hendak kita capai dalam
penelusuran sacara historis fase-fase perkembangannya. Peranan pers mahasiswa
dalam kancah pembaharuan bidang politik tentunya mempunyai dimensi sosial
tersendiri. Yang terkadang terlupakan dalam arah sejarah negeri ini.
Guratan visi
dan misinya yang mengandung penegasan sikap mahasiswa sebagai salah satu elemen
masyarakat di negeri ini, yang secara sosial terdidik dalam lingkungan
intelektual kampus, yang diharapkan mampu peka terhadap perkembangan sosial di
tubuh masyarakat dan negara. Dan melalui pers mahasiswa, sebagai salah satu
media perjuangan mahasiswa menyampaikan suara dan nuraninya, kepekaan sosial
mampu ditumbuhkan dan simultan dengan fenomena yang terjadi di negeri ini.
Maraknya
penerbitan mahasiswa mulai muncul di berbagai perguruan tinggi di Indonesia.
Semenjak kebekuan IPMI (Ikatan Pers Mahasiswa Indonesia) di tahun 1982, praktis
aktivitas penerbitan mahasiswa tidak banyak muncul. adalah menjelang tahun 1986
aktivitas-aktivitas ini mulai marak dilakukan dengan skala yang lebih luas,
mempertemukan pegiat-pegiat pers mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi.
Sebagai sebuah akumulasi persoalan-persoalan yang dibahas dan dipecahkan oleh
para pegiat pers mahasiswa yang sering bertemu dalam forum-forum tersebut,
tercetus keinginan untuk kembali mengkonsolidasikan potensi kekuatan pers
mahasiswa di berbagai daerah dalam mendorong bangkitnya aktivitas pers
mahasiswa.
Dari Pers
Mahasiswa Menuju PPMI
Setelah
"Vacum" akibat pembredelan sebagai buntut peristiwa Malari, 15
Januari 1974 dan strukturisasi kelembagaan mahasiswa di bergbagi perguruan
tinggi melalui NKK/BKK. Pers mahasiswa (persma) pasca 1980-an kembali. Ditandai
dengan terbitnya berbagai media mahasiswa misalnya, Balairung - UGM - 1985,
Solidaritas Universitas Nasional Jakarta - 1986, Sketsa Universitas Jenderal
Soedirman 1988, Pendapa Universitas Sarjana Wiyata Taman Siswa 1988, Akademika
Universitas Udayana 1983- dan lain-lainya, usaha-usaha untuk menata kembali
jaringan komunikasi dan penggalangan komitmen pers mahasiswa mulai dirintis.
Usaha-usaha itu meliputi :
- Pendidikan Pers Mahasiswa Se Indonesia : tanggal 27 -
29 Agustus 1987 diselenggarakan oleh majalah Balairung, tercetus ide untuk
kembali mewujudkan wadah pers mahasiswa. Juga terbentuk poros Yogya -
Jakarta sebagai koordinator menuju kongres yang dimandatkan kepada Rizal
Pahlevi Nasution (Universitas Moestopo) Abdulhamid Dipopramono (UGM)
- Pertemuan dengan mantan aktivis IPMI/Ikatan Pers
Mahasiswa Indonesia (Diantaranya Adi Sasono, Makmur Makka, Wikrama Abidin,
Ina Mariani, Masmiar Mangiang, Razak Manan) tanggal 19-22 September 1987
di Jakarta. Hasil dari pertemuann ini dibentuk panitia ad-hoc konsolidasi
pers mahasiswa yang terdiri dari: Rizal Pahlevi Nasution, Imran Zein
Rollas, M.Imam Aziz, dan Abdulhamid Dipopramono. Disepakati untuk
melakukan sosialisasi ide kelembagaan pers mahasiswa tingkat nasional.
- Sarasehan Pengelola Pers Mahasiswa Indonesia di
Kaliurang - Yogyakarta tanggal 11 - 13 Oktober 1987 oleh lembaga pers
mahasiswa UniversitasNasional.
- Pekan
Orientasi Jurnalistik Mahasiswa Nasional II di Jakarta, tanggal 17 - 27
Oktober 1988 oleh lembaga pers mahasiswa Universitas Nasional
- Sarasehan
Pers Mahasiswa Nasional di Bandar Lampung tanggal 26 - 27 Maret 1987
diselenggarakan oleh SKM Teknokra Universitas Lampung.
- Orientasi Pendidikan Jurnalistik Mahasiswa di Jakarta
tanggal 21 - 28 Mei 1988 oleh Fakultas Sastra Universitas Indonesia.
- Sarasehan Aktivis Pers Mahasiswa IAIN se-Indonesia di
Yogyakarta tanggal 11 - 12 April 1988 oleh IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
- Puwokerto Informal Meeting di Purwokerto, tanggal 6 - 7
Agustus 1988 oleh SKM Sketsa Universitas Jenderal Soedirman.
- Pertemuan
dengan pimpinan IPMI pusat di Jakarta, 10 Agustus 1988 oleh tim kerja
persiapan kongres.
- Latihan
Ketrampilan Pers Mahasiswa tingkat Pembina se-Indonesia di Yogyakarta,
tanggal 28 Agustus - 1 September 1988.
- Panel
diskusi Sarasehan Pers Mahasiswa Indonesia di Purwokerto, 19 - 22
September 1988 di Universitas Jenderal Soedirman (disebut: Pra kongres
IPMI VI). Hasil penting dari sarasehan ini berupa DEKLARASI BATU RADEN,
yang diantaranya ditandatangani oleh 18 wakil aktivis pers mahasiswa kota
yang hadir. Deklarasi berbunyi:
"Sadar
bahwa demokrasi, keadilan dan kebenaran yang hakiki merupakan cita-cita bangsa
Indonesia yang harus selalu diupayakan secara berkesinambungan oleh seluruh
komponennya yang bertanggungjawab dan sebagai salah satu komponennya bertanggungjawab
dan memperjuangkan cita-cita tersebut secara kritis, konstruktif dan
independen. Dengan didorong semangat kebersamaan, dan disorong oleh keinginan
luhur untuk melestarikan dan mengembangkan pers mahasiswa di Indonesia, maka
seluruh aktivis pers mahasiswa menyatakan perlu dihidupkannya kembali wadah
nasioal yang bernama Ikatan Pers Mahasiswa Idonesia (IPMI)".
Juga disepakati
untuk menyelenggarakan Kongres IPMI ke VI di Bandar Lampung tanggal 15 - 18
Februari 1989.
- Kongres
IPMI ke VI di Bandar Lampung, 15 - 18 Rebruari 1989. Kegiatan ini gagal karena:
Pertama,
legalitas pelaksanaan Kongres tidak turun.
Kedua, kondisi
daerah Bandar Lampung muncul peristiwa GPK Warsidi. Ketiga, terdapat perbedaan
persepsi tentang persma di kalangan aktivis persma.
- Training
Pers Mahasiswa se-Indonesia di Kaliuranng, 6 - 10 Januari 1990 oleh
Majalah Himmah Universitas Islam Indonesia Yogyakarta.
- Balairung
kembali mengadakan Pendidikan dan Latihan Jurnnalistik Tingkat Lanjut di
UGM, 24 - 29 September 1990.
- Selama tahun 1990, juga dilaksanakan Temu Aktivis
Persma di Pabelan - UMS dan Universitas Jember.
- Pendidikan
Jurnalistik Mahasiswa Tingkat Pembina dan Temu Aktivis Penerbitan
Mahasiswa, tanggal 3 - 9 Februari 1991 oleh Balairung UGM. Kegiatan ini menghasilkan keputusan :
Menerima tanpa catatan semua hasil
rumusan komisi I dan II Temu Aktivis Persma Se- Indonesia.
Pembentukan Panitia Ad Hoc yang
bertugas mempersiapkan forum pertemuan berikutnya sebagai tindak lanjut butir I
Panitia Ad Hoc secara otomatis menjadi Steering Comitee (SC).
Panitia Ad Hoc (SC) Pra-Kongres
Terdiri atas : Koordinator: Tri Suparyanto, Pendapa - Tamansiswa Sarjanawiyata
(Delegasi DIY) Wakil: Okky Satrio, Komentar - Univ. Mustopo (Delegasi DKI
Jakarta) Anggota: Zainul Aryadi, Kreatif - IKIP Medan (Delegasi DI Aceh, Sumut,
Riau, Sumbar), Ariansyah, Teknokra Univ. Lampung ( Delegasi Lampung, Jambi,
Sumsel, dan Bengkulu), Tugas Supriyanto, Isola Pos IKIP Bandung (Delegasi Jawa
Barat), Adi Nugroho, Manunggal Univ. Diponegoro (Delegasi Jawa Tengah), Heyder
Affan Akkaf - Mimbar Univ. Brawijaya (Delegasi Jawa Timur), I Gusti Putu Artha,
Akademika - Univ. Udayana Bali (Delegasi Bali, NTB, NTT, dan Timor-Timur),
Mulawarman, Identitas - Univ. Hasanudin (Delegasi Sulsel, Sulteng, Sultra,
Sulut) Alimun Hakim,Kinday - Univ. Lambung Mangkurat (Delegasi Kalteng, Kaltim), RH.
Siahainena, Unpati Univ. Patimura (Delegasi Maluku dan Irian Jaya). Hasil rapat
terbatas SC/Panitia Ad Hoc menetapkan IKIP Bandung Penyelenggara Pra Kongres,
dan sebagai alternatif kedua Universitas Udayanna - Denpasar Bali.
- Rapat
Konsolidasi terbatas Steering Comitee di IKIP Bandung tanggal 22 Maret
1991. Hasil, Pra Kongres Persma se Indonnesia diselenggarakan di IKIP
Bandung Sarasehan Penerbitan Mahasiswa Indonesia di IKIP Bandung, 8 - 10
Juli 1991, dibatalkan setelah peserta tibadi Bandung, pembatalan dilakukan
oleh Dirjen Dikti. Tetapi pertemuan sempat berjalan dan menghasilkan
beberapa keputusan yang sampai ditingkat komisi: Komisi I: menghasilkan
rancangan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Perhimpunan Penerbit
Pers mahasiswa Indonesia. Komisi II : Membahas tentang Program Kerja.
Komisi III: Memutuskan tanggapan terhadap Surat Dirmawa nomor:
574/D5.5/U/1991.
- Latihan
Ketrampilan Penerbitan kampus Mahasiswa Tingkat Pembina Se- Indonesia
tahun 1991 di Bandar Lampung, Univ. lampung, 19 - 23 November 1991. Hasil
yang penting: Mendesak SC yang terbentuk di Wanagama untuk melaksanakan
pertemuann bagi terbentuknya wadah penerbitan kampus mahasiswa sesegera
mungkin. Jika tuntutan tidak dipenuhi maka, Pertama, SC harus
mempertanggungjawabkan tugas yang telah dimandatkan kepada seluruh aktivis
penerbitan kampus se-Indonesia. Kedua, SC harus menyerahkan mandat yang
ada kepada aktivis penerbitan kampus se- Indonesia.
- Sarasehan
Penerbitan Mahasiswa Indonesia di Universitas Gajayana Malang tanggal 20
Desember 1991. Hasilnya di antaranya, rancangan program kerja PPMI. Selama
10 bulan SC terus mengadakan konsolidasi dan sosialisasi serta usaha-usaha
pertemuan tingkat nasional. Muncul kemudian beberapa forum komunikasi, di
antaranya PPMY (perhimpunan Penerbit Mahasiswa Yogyakarta), FKPMM (Forum
Komunikasi Penerbit Mahasiswa Malang), dan Ujung Pandang juga terbentuk.
Hasil-hasil
Lokakarya Penerbitan Mahasiswa Se-Indonesia:1. Menyepakati terbentuknya wadah
tingkat nasional yang bernama "Perhimpunan Penerbit Mahasiswa
Indonesia" yang disingkat PPMI tanggal 15 Oktber 1992 Pukul 16.29 WIB yang
disahkan pada sidang pleno 17 Oktober 1992. 2.
Menerima hasil rumusan Sidang Komisi I LPMI (Lokakarya Penerbit Mahasiswa
Indonesia yang membahas AD/ART PPMI. 3. Menerima hasil rumusan Sidang Komisi II
LPMI yang membahas Program Kerja PPMI. 4. Menerima hasil sidang komisi III yang
membahas Kurikulum Penndidikann dan latihan (Diklat)Jurnalistik Mahasiswa.
5. Menerima hasil-hasil sidang komisi IV membahas tempat pertemuan lanjutan
PPMI.
Kota yang dijadikan tempat
penyelenggaraan pertemuan dengan berdasarkan prioritas adalah: Denpasar –
Bali,
Semarang - Jawa Tengah, Banjarmasin - Kalimantan Selatan, Yogyakarta - DIY,
Palu - Sulawesi
Tengah,
Jakarta DKI Jakarta, Dili - Tomor-Timur
Kongres I yang
sekiranya akan diselenggarakan pada bulan April - Mei 1993,
Langkah
selanjutnya adalah pelaksanaan Kongres I untuk menentukan derap langkah
Perhimpunan Penerbit Mahasiswa
Indonesia.
II. Menuju
Perhimpunan Penerbit Mahasiswa Indonesia
Lokakarya
Penerbitan Mahasiswa Se-Indonesia di Malang telah menorehkan pena emas bagi
perjalanan ke depan aktivitas pers mahasiswa di Indonesia. Terutama telah
disepakatinya sebuah organ baru - wadah pers mahasiswa Indonesia yaitu
Perhimpunan Penerbit Mahasiswa Indonesia (PPMI). Sebuah wadah alternatif dan
bukan satu-satunya wadah pers mahasiswa di Indonesia, diharapkan mampu mengakomodir
dan menyikapi setiap persoalan dan perkembangan yang menyangkut kehidupan pers
mahasiswa dann masyarakat pada umumnya. Sebuah sandaran bagi pemupukan arah
gerakan pers mahasiswa yang juga diharapkan mampu merespon fenomena sosial
politik yang berkembang serta menegaskan sikap sebagai bagian dari elemen
gerakan mahasiswa pada umumnya. Beberapa pandangan dan harapan ditumpukan pada
organisasi ini untuk memperteguh visi dan misi gerakan pers mahasiswa di
Indonesia.
Perkembangan
yang terjadi di era 80-an hingga 90-an, ditandai dengan maraknya kemunculan
penerbitan mahasiswa di berbagai perguruan tinggi. Hal ini seiring dengan laju
perkembangan sosial kontemporer pada dimensi masyarakat di Indonesia. Namun di
antara kemajuan tersebut ternyata di sisi-sisi lain nampak terdapat kehidupan
yang memprihatinkan. Banyak kesenjangan yang terjadi di tubuh masyarakat.
Pengaruh strukturalisasi yang represif orde baru dengan ideologi pembangunannya
diberbagai bidang telah menciptakan sebagian besar masyarakat yang tidak perduli
terhadap perkembangan sosialnya. Sementara itu penguasa orde baru dengan
kekuatan militeristiknya semakin kokoh melakukan konsolidasi kekuasaanya.
Mahasiswa sebagai salah satu tumpuan harapan bangsa yang terdidik dalam nuansa
inteletual kampus dan mempunyai potensi kritis dan diharapkan mampu berpikir
obyektif intelektual hendaklah peka dalam merespon segala
ketimpangan-ketimpangan yang terjadi pada masyarakat, serta menyikapi berbagai
kebijakkan negara yang telah membuat berbagai kesenjangann yang terjadi.
Tatanan demokratis harus ditegakkan dan diupayakan melalui transformasi sosial
yang sinergis dengan wacana demokratisasi berkehidupan.
Dalam tujuan
pendirian PPMI, dua tekanan yang hendak dicapai adalah:
Pertama, Mewujudkan
cita-cita Proklamasi Kemerdekaan Indonesia seperti yang dimaksud dalam
pembukaan UUD 1945.
Kedua, Membina daya
upaya perhimpunan untuk turut mengarahkan pandangan umum di kalangan mahasiswa
dengan berorientasi kemasyarakatan, dan bertanggungjawab kepada Tuhan Yang Maha
Esa. Pers Mahasiswa bukanlah sama dengan pers umum yang mencover berita-berita
yang bersifat informatif saja, namun pers mahasiswa diharapkan mampu mengkaji
permasalahan sosial yang diberitakan dengan analisis keilmuan dan
kemasyarakatan secara kritis akademis serta obyektif. Pers Mahasiswa harus
berani memberitakan fakta yang benar dan jujur kepada masyarakat dengan tidak
meninggalkan kandungan nilai-nilai humanitas yang harus tetap dipegangnya.
Beberapa
pandangan dari para perintis PPMI menginginkan bahwa PPMI diharapkan mampu
mendorong tercapainya pers mahasiswa yang simultan dengan fungsi mahasiswa
(sebagai intelektual yang kritis, obyektif, terbuka dan etis
KONGRES
PERHIMPUNAN PENERBIT MAHASISWA INDONESIA (PPMI) I
Tak pelak
sudah, fase-fase yang berliku telah dilalui, konsolidasi, sosialisasi,
perdebatan dan perumusan berbagai format kelembagaan pers mahasiswa akhirnya
telah sampai pada titik kulminasi - pertemuan aktisvis pers mahasiswa pers
mahasiswa akhirnya telah berhasil membuahkan suatu tekat untuk berjuang bersama
dalam satu integralitas gerakan yang membuahkan deklarasi Kaliurang dan
terbentuknya kepengurusan Perhimpunan Penerbit Mahasiswa Indonesia pada kongres
I PPMI - September 1993. Rommy Fibri dari Universitas Gajah Mada akhirnya terpilih
menjadi Sekretaris Jenderal PPMII (yang pertama) untuk mengemban amanat
sosialisasi organisasi lebih lanjut. Sebuah perjalanan ke depan yang tentunya
akan menghadapi sekian persoalan yang tidak ringan untuk diselesaikan. Fenomena
politik yang tidak menentu, banyaknya pembrdelan terhadap pers Indonesia, tak
terkecuali pers mahasiswa, menjadi agenda yang senantiasa harus direspon PPMI
untuk melakukan advokasinya. Selain itu PPMI sebagai wadah alternatif pers
mahasiswa diharapkan mampu memberikan dorongan terhadap pertumbuhan beberapa
pers kampus mahasiswa di berbagai wilayah yang belum tersentuh sosialisasi PPMI.
0 comments:
Post a Comment